Kamis, 22 November 2007

Mencintai Itu Keputusan

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia.Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar. kemudian ia pun berkata, “Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang kamu temui di sini”. Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti. Sebab cinta adalah kata lain dari memberi. Sebab memberi adalah pekerjaan.. sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat. Sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama. Sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh.


Maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia mengatakan, “Aku mencintaimu”. Kepada siapapun! Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu.Aku mencintaimu, adalah ungkapan lain dari Aku ingin memberimu sesuatu. Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari, “Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia…” “aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin…” “aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan padamu …” “aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu….”Dan proses pertumbuhan itu taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita.

Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, “Aku mencintaimu”, kamu harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.

Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak rakyatnya Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu, konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional.

Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi yang sulit. Di situ konsistensi teruji. Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam waktu yang longgar. Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya mengatakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pencinta mati.Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.

Oleh: Anis Matta, Lc

Selasa, 20 November 2007

Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga

Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai. Saya telah menyatakan sebelumnya betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-satunya bentuk ekspresi cinta. Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif naik turun mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya. Jadi obrolan kita belum selesai.

Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya urgensi untuk menjawab pertanyaan ini: apa itu cinta? Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini: bagaimana seharusnya anda mencintai? Pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita.

Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran. Apa yg dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan. Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yg bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita.

Maka begitulah seharusnya anda mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini: menghidupkan. Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini; bagaimana istri anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya, mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan.

Bila anda ingin mencintai dengan kuat, maka anda harus mampu memperhatikan dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawatnya... menjaganya dengan sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pecinta; pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan.

Apakah anda telah mengenal isteri anda dengan seksama? Apakah anda mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya?

Apakah anda mengenal kecenderungan-kecenderungannya? Apakah anda mengenal pola-pola ungkapannya; melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksinya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya? Apakah anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah anda dapat melihat gelombang-gelombang mimpi-mimpinya, harapan-harapannya?

Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rosululloh saw terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, "Wahai Aisyah, aku tahu kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Rosulullah! tapi jika kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Muhammad!. Apakah beda antara Rosululloh dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu saja? Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata yang satu pada situasi jiwa yang lain. Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh. Anda harus mampu menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dlm proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau "obsesi" yang berlebihan terhadap fisik.

Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika anda dapat menerima apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa anda menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya. Apakah yg ia harap dari bayi kecil itu ketika ia merawatnya, menjaganya, dan menumbuhkannya? Apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas kebaikannya? Tidak. Semua yg ada dlm jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang utk berubah dan berkembang. Dan karenanya ia menyimpan harapan besar dlm hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah yg akan menjadikan segalanya lebih baik. Penerimaan positif itulah yang mengantar kita pada kerja mencintai selanjutnya; pengembangan.

Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yg tertutup. Ketika ia memasuki rumah anda, memasuki wilayah kekuasaan anda, menjadi istri anda, menjadi ibu anak-anak anda; Andalah yg bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniupnya perlahan, agar ia mekar menjadi bunga. Andalah yg harus menyirami bunga itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati anda baginya, agar ia dapat menikmati cahaya matahari yg akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi.

Dan ungkapan "Aku Cinta Kamu" boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik (dan tidak menyenangkan). Apa yg harus anda berikan kepada istri anda adalah peluang untuk berkembang, keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa superioritas anda terganggu. Ini tidak berarti anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yg ia butuhkan.

Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dlm keseimbangan. Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang anda perlu memotong sejumlah (ranting atau cabang) yg sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni. Hidup adalah simponi yg kita mainkan dengan indah.

Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri: Apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan anda?

Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya: DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU ...
MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA ...

oleh Anis Matta

Pesan Untuk Orang-Orang Biasa

Kumpulan tulisan ini adalah anak-anak zamannya. Lahir saat badai menerpa seluruh sisi kehidupan bangsa kita. Kumpulan tulisan ini adalah kerja kecil untuk tetap mempertahankan harapan dan optimisme kita di tengah badai itu.

Krisis adalah takdir semua bangsa. la tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu. Tapi pada kelangkaan pahlawan saat krisis itu lerjadi. Itu tanda kelangsungan hidup atau kehancuran sebuah bangsa.

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang turunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam masa yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka bukanlah malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama.

Orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang kita butuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya. Semangat untuk melakukan kerja-kerja besar dalam sunyi yang panjang itulah yang dihidupkan kumpulan tulisan ini. Maka tulisan-tulisan ini mencoba menghadirkan makna-makna yang melatari sebuah tindakan kepahlawanan. Bukan sekadar cerita heroisme yang melahirkan kekaguman tapi tidak mendorong kita meneladaninya.

Para pahlawan bukan untuk dikagumi. Tapi untuk diteladani. Maka makna-makna yang melatari tindakan mereka yang perlu dihadirkan ke dalam kesadaran kita. Jadi tulisan-tulisan ini adalah pesan untuk orang-orang biasa, seperti saya sendiri, atau juga Anda para pembaca, yang mencoba dengan tulus memahami makna-makna itu, lalu secara diam-diam merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung karya.

Sukses buku ini tidak perlu diukur dengan tiras besar. Tapi jika ada satu-dua hati yang mulai tergerak, dan mulai bekerja, saya akan cukup yakin berdo’a kepada Allah: “Ya Allah, jadikanlah kerja kecil ini sebagai kendaran yang akan mengantarku menuju ridha dan surga-Mu.”

Utan Kayu, 27 Januari 2004
Anis Matta

Serasa dan Serasi

Tidak karena kamu memiliki semua pesona itu sekaligus, maka kamu bisa mencintai dan mengawini semua perempuan. Begitu juga sebaliknya. Pesona fisik, jiwa, akal, dan ruh, diperlukan untuk menciptakan daya tarik dan daya rekat yang permanent bila kita ingin membangun sebuah hubungan jangka panjang. Tapi seperti berlian, tidak semua orang mengenalnya dengan baik, maka mereka tidak menghargainya.Atau mungkin mereka mengenalnya, tapi terasa terlalu jauh untuk dijangkau, seperti mimpi memetik bintang atau mimpi memeluk gunung. Atau mungkin ia mengenalnya, tapi terasa terlalu mewah untuk sebuah kelas sosial, atau kurang serasi untuk sebuah suasana.

Kira-kira itulah yang membuat Aisyah – Radhiyallahu`anha – sekali ini benar-benar gundah. Orang terbaik dimuka bumi ketika itu, Amirul Mu’minin, Khalifah kedua, Umar bin Khattab, hendak melamar adiknya, Ummu Kaltsum. Tidak ada alasan untuk menolak lamaran beliau kecuali bahwa Abu Bakar, sang Ayah, yang juga Khalifah Pertama, telah mendidik puteri-puterinya dengan penuh kasih sayang dan kemanjaan. Aisyah karena itu, percaya bahwa adiknya tidak akan kuat beradaptasi dengan pembawaan Umar yang kuat dan kasar. Bahkan ketika Abu Bakar meminta pendapat Abdurrahman bin Auf tentang kemungkinan penunjukkan Umar bin Khattab sebagai khalifah, beliau menjawab : “Dia yang paling layak, kecuali bahwa dia kasar”.

Dengan sedikit bersiasat, Aisyah meminta bantuan Amru bin `Ash untuk “menggiring” Umar agar menikahi Ummu Kaltsum yang lain, yaitu Ummu Kaltsum binti Ali bin Abi Thalib yang ketika itu berumur 11 tahun. Karena garis jiwa, akal dan ruh mereka lebih setara dan karena itu mereka akan tampak lebih serasi karena bisa serasa. Berbekal pengalaman sebagai diplomat ulung, pesan itu memang sampai kepada Umar. Akhirnya Umar menikahi Ummu Kultsum bin Ali bin Abi Thalib.

Kesetaraan dan keserasian. Itu yang lebih menentukan daripada sekedar pesona an sich. Ibnu Hazem menjelaskan, kalau ada lelaki tampan menikahi perempuan jelek, atau sebaliknya, itu bukan sebuah keajaiban. Yang ajaib adalah kalau seorang lelaki meninggalkan kekasih yang cantik dan memilih kekasih baru yang jelek. “Saya tidak bisa memahaminya. Tapi memang tidak harus dijelaskan”.

Ibnu Hazem, imam terbesar pada mazhab Zhahiryah, yang menulis puluhan buku legendaries dalam fiqh, hadist, sejarah, sastra, puisi dan lainnya, lelaki tampan yang lembut dan seorang pecinta sejati, putera seorang menteri di Cordova, suatu ketika harus menelan luka: cintanya ditolak oleh seorang perempuan yang justru bekerja dirumahnya. Ibnu Hazem bahkan mengejar-ngejarnya dan melakukan semua yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan cintanya. Tapi tetap saja ditolak. “Saya teringat, kadang-kadang saya masuk melalui pintu rumahku dimana gadis itu ada disana, untuk berdekat-dekat dengannya. Tapi begitu ia tahu aku mendekat ia segera menjauh dengan sopan dan tenang. Jika ia memilih pintu lain, maka aku akan kesana juga tapi dia akan pindah lagi ketempat lain. Dia tahu aku sangat mencintainya walaupun perempuan-perempuan tidak tahu hal itu karena jumlah mereka sangat banyak di istanaku”.

Begitulah lelaki yang memiliki semua pesona itu ditolak. Bahkan ketika suatu saat Ibnu Hazem menyaksikan gadis itu menyanyi di istananya, Ibnu Hazem benar-benar terpesona dan makin mencintainya. Tapi ia hanya berkata dengan lirih: “Oh, nanyian itu seakan turun kehatiku, dan hari itu tidak akan pernah kulupakan sampai hari ketika berpisah dengan dunia”. Oh, lelaki baik yang terluka oleh hukuman keserasaan dan keserasian.

Oleh: Anis Matta, Lc

Sumber: Majalah Tarbawi Edisi 129 Th.7/Shafar 1427 H/30 Maret 2006 M.

Selasa, 13 November 2007

Datang Dan Pergi

Dalam kehidupan ini, dari hari-hari yang terlewati dari setiap kejadian yang kualami selalu ada yang datang dan ada yang pergi, memang hidup ini hanya sementara begitupun yang kita miliki saat ini penampilan, keluarga, harta, sahabat, dan masih banyak lagi, hanya waktu saja kapan ia datang dan kapan ia pergi.

Dalam kehidupan ini ada kisah yang mau tidak mau kita harus terima, kisah yang mungkin sangat pahit untuk di rasakan akan tetapi ini harus di alami, kepergian nenek yang sangat di cintai, perpisahan sahabat dekat yang harus kembali ke yogya, perginya sahabat ke Kalimantan untuk bekerja dan masih ada lagi.

Akan tetapi tidak semuanya pergi pasti akan ada yang datang, jangan terlarut dalam kesedihan karena kedepan akan datang masa depan, akan datang seorang pendamping hidup yang setia, yang selalau mendo’akan, akan datang anak-anak yang lucu dan manis, mungkin itulah kehidupan harus di lewati kadang manis kadang sebaliknya dan yang juga pasti datang adalah kematian, seperti yang sudah saya katakan di awal "hidup ini hanya sementara" dan harus kita saiapakan untuk menghadapi semua itu.

Slipi, rabu 14 November 2007 10;00

Minggu, 09 September 2007

Cinta kepada Rasulullah SAW

Berulangkali aku membaca kisah ini, dan berulangkali pula mataku ‘berkeringat’ menahan haru…betapa agung dan mulianya Rasululloh SAW bisa ‘terlihat’ jelas di sini..

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh.

Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia lalu mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan yang ada sebelum perempuan tua itu datang.

Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.

“Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya ini tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya.”

Kisah yang diceriterakan oleh seorang Kiai Madura, D. Zawawi Imran, ini bisa membuat bulu kuduk kita merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw?

” Allahumma Shollii Alaa Sayyidina Muhammad wa ‘Alaa Aali Sayyidina Muhammad ”

Diketik ulang dari buku “Rindu Rosul”, karangan Jalaluddin Rakhmat

Kamis, 16 Agustus 2007

Airmata Rasulullah SAW...

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,

"Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, "kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah diantaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" -"Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Rabu, 25 Juli 2007

ketika hati ini jauh darinya ?

hati adalah segala-galanya, ketika hati tidak merasa tentram sangat tidak enak merasa gelisah rasa takut yang sering menghantui, males berpikir, tidak mau berkaya, dll. dan kitalah yang paling tau kondisi hati kita, di saat kita sering bermaksiat kita juga yang merasakan betapa kotornya hati ini akan tetapi sebaliknya jika hati ini senantiasa dekat dengan Allah, begitu terasa indah hidup ini, senantiasa ingin berkarya untuk orang lain, merasa tentram, tenang dan optimis menjalankan hidup ini, ya Allah berikan kekuatan kepada hambamu ini untuk bisa memelihara hati ini ...

cerita desa kecil di sampang madura

ini adalah kunjungan kedua saya ke ketapang, dari jakarta saya harus naik kereta karna tiket bus sudah habis terjual mungkin karna musim libur tapi saya nikmati berjalanan dengan menggunakan kereta, dari jakarta menuju surabaya (menginap di rumah sahabat), esok harinya di lanjutkan menuju sampang madura, ternyata tidak banyak berubah masih seperti pertama kali saya ke desa ini, bedanya saya berangkat ke sampang kali ini dengan teman yang berbeda.ternyata lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an menjelang sholat masih ramai mengajak orang untuk sholat berjamaah di masjid ini sungguh suasana yang begitu damai dan tentram, meskipun banyak orang bilang kalau penduduk madura itu agak sedikit keras, memang keras sih karna itu sudah menjadi kebiasaan penduduk sampang madura, tapi banyak juga yang baik, hari pertama saya sampai di sana saya harus istirahat di tempat penginapan karna begitu lelah berjalanan dari surabaya menuju sampang dengan menggunakan bus ekonomi, hari kedua dan selajutnya di lanjutkan dengan mengerjakan tugas kerja yaitu melakukan survey ke penduduk nelayan, rasanya begitu melelahkan dengan quisioner yang begitu banyak.

Senin, 02 Juli 2007

Jika Esok Tak Pernah Datang

Setiap bangun tidur dan membuka mata, yang terucap adalah kalimat syukur bahwa Allah masih mengizinkan diri ini kembali melihat fajar. Merasai hembusan angin pagi yang menerobos celah jendela, dan menjumpai semua yang semalam terlihat sebelum mata terpejam masih seperti sedia kala, tidak ada yang berubah.

Kemudian melangkahlah dengan iringan doa di gerbang mungil menuju arena perjuangan kehidupan. Dengan tuntunan-Nya lah diri ini tak melangkah ke jalan yang salah, tak menjamah yang bukan hak, tak melihat yang dilarang, tak memamah yang tak halal, tak mendengar yang batil, dan tak banyak melakukan yang sia-sia. Karena setiap waktu yang terlewati pasti akan ditagih tanggungjawabnya. Lantaran semua jalan yang dilalui akan dimintai kesaksiannya atas diri ini. Dan sebab seluruh indera ini akan diminta bicara tentang apa-apa yang pernah tercipta.

Hari ini, masih ada lalai terbuat. Masih juga lengah sehingga khilaf tercipta. Meski segunung tausyiah pernah didengar, mulut ini masih terselip berucap dusta, saringan telinga ini tetap tak mampu membendung suara-suara melenakan, dan masih saja ada perbuatan yang salah, walau itu dalam bingkai alpa. Padahal, di setiap terminal ruhiyah, sedikitnya lima kali sehari lidah ini berucap, tangan ini tertengadah, dan mata menitikkan butir bening, seraya memohon perlindungan dari Allah dijauhkan dari salah dan dosa. Tetapi, masih juga langkah ini menuju arah yang sesat.

Setiap hari menangis, setiap hari meminta ampunan, setiap hari berbuat salah. Hari ini mencipta dosa, esok sibuk bersujud, meluluhkan air mata, menyusun kalimat doa, menganyam pinta semoga Allah menghapusnya dalam sekejap. Detik ini berbuat salah, terlalu lama menghapusnya, bahkan kadang lupa. Padahal, bisa saja sedetik kemudian diri ini tak lagi sempat memohon ampunan. Lupakah bahwa waktu sangat cepat berlalu. Lupakah pula bahwa menyesal di akhirat hanyalah kesiaan yang nyata?

Bagaimana jika hari esok tak pernah datang, padahal baru saja seharian ini berenang di lautan dosa. Padahal belum sempat menghapus noda hari ini, kemarin, sepekan yang lalu, setahun lalu, dan bertahun-tahun yang lalu. Bagaimana jika Allah tak berkenan membukakan mata kita setelah sepanjang malam terlelap? bagaimana jika perjumpaan dan canda riang bersama keluarga semalam adalah yang terakhir kalinya. Ketika esok harinya ruh ini melihat seluruh keluarga menangisi jasad diri yang terbujur kaku berkafan putih.

Bagaimana jika matahari esok terbit dari barat, tak seperti biasanya dari timur? Padahal hari ini lupa menyebut nama-Nya. Padahal di hari ini, belum sempat mengunjungi satu persatu keluarga, kerabat, sahabat, tetangga, dan orang-orang yang pernah tersakiti oleh lidah dan tindakan kita. Sudah terlalu lama tak mencium kaki orang tua mencari keridhaannya, walau tak terhitung salah diri. Belum lagi sempat berderma, setelah derma kecil beberapa tahun lalu yang sering kita banggakan.

Dan jika memang esok tak pernah datang. Sungguh celakalah diri ini. Benar-benar celaka, bila belum sempat mencuci dosa sepanjang hidup. Bila belum mendengar ungkapan maaf dari orang-orang yang pernah terzalimi, bila belum menyisihkan harta yang menjadi hak orang lain, bila belum sempat meminta ampun atas segala salah dan khilaf yang tercipta.
Maka, saat pagi ini Allah masih memperkenankan diri menikmati fajar, mulaikan hari dengan kalimat, "terima kasih, Allah" (Gaw).Oleh Bayu Gawtama (eramuslim.com)

Kamis, 28 Juni 2007

perjuangan

Agenda besar akan datang, hari-hari penuh perjuangan kan di jelang, mengingatkan akan masa di perkuliahan ketika jadi mahasiswa, kenangan yang begitu indah bersama teman-teman satu perjuangan....... ini takkan pernah ku lupakan sahabatku.....

Selasa, 26 Juni 2007

singapore

Rindu rasanya ingin kembali ke negara tetangga, suasana malam yang begitu nyaman, rindu rasanya bisa sholat dzuhur di masjid Al-falaah, penjaga masjid yang begitu ramah dan makan siang di kantin masjid.....

kata pengantar

Assalam Mualaikum Wr Wb
Segala puji bagi Allah, yang ditangannyalah terletak segala kekuasaan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada pemimpin umat manusia, Nabi Muhammad saw, beserta para sahabatnya, yang merupakan kumpulan orang-orang terbaik sepanjang masa.Alhamdulillahi rabbil 'alamin. Blogger saya kini sudah saya buat.